Upah Minimum Kabupaten Tahun 2019 Bagi Buruh Di Buleleng Final

Bisa saja ini menjadi kabar gembira bagi para buruh di Kabupaten Buleleng. Dewan Pengupahan sepakat menaikkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Buleleng pada tahun 2019 mendatang. Kesepakatan itu diambil setelah Dewan Pengupahan melakukan pertemuan di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng, Senin (29/10) kemarin.

Pertemuan itu diikuti oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Buleleng dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Buleleng. Sementara Disnaker hanya bertindak sebagai fasilitator.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, maka kenaikan UMK untuk buruh di Buleleng pada tahun 2019 mendatang mencapai 8,03 persen.

Kenaikan itu dihitung dari angka inflasi nasional dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) nasional. Dari hasil hitung-hitungan, maka UMK buruh di Buleleng pada tahun 2019 mendatang berada pada angka Rp 2.338.850.

Naik Rp 173.850 dibandingkan dengan UMK pada tahun 2018 yang berada pada angka Rp 2.165.000. Tidak ada perdebatan dalam pertemuan tersebut. Pihak KSPI Buleleng sepakat dengan kenaikan tersebut. Demikian pula dengan Apindo yang menganggap kenaikan masih dalam batas kewajaran.

Kenaikan upah juga disebut sudah di atas zona nyaman para buruh. “Angka itu sudah di atas Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Buleleng.

Per Oktober 2018, KHL di Buleleng itu ada pada angka Rp 1.807.547. Jadi UMK ini sudah sangat memenuhi kebutuhan,” kata Sekretaris Disnaker Buleleng, Dewa Putu Susrama.

Selain itu, pekerja di Buleleng juga diuntungkan dengan skema pengupahan dalam PP 78/2015. Pasalnya tahun ini inflasi Buleleng sangat rendah, bahkan nyaris deflasi.

Bila mengikuti acuan inflasi daerah, dapat dipastikan kenaikan upah lebih kecil. Lebih lanjut Susrama mengatakan, dari 1.700 perusahaan yang terdaftar di Buleleng, diakui belum semuanya menerapkan UMK.

Hanya 73 persen perusahaan yang benar-benar merealisasikan UMK. Selebihnya, pengusaha dan pekerja mencapai kata sepakat pada angka tertentu.

“Ada yang berkisar antara Rp 1,4 juta sampai Rp 1,7 juta. Meski di bawah UMK, tapi tenaga kerja tidak mengeluh dan mereka sepakat dengan angka itu.

Alasannya karena mereka tinggal dekat tempat kerja, jadi tidak terlalu berat,” jelas Susrama.