Keselamatan dan Kesehatan Buruh di Perusahaan Masih Rendah

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan norma yang wajib diterapkan oleh perusahaan kepada para buruh. Kepala Subdirektorat Pengkajian dan Standarisasi K3 Kementerian Ketenagakerjaan M Idham menerima laporan jumlah perusahaan di Indonesia sebanyak 211.532 pada 2018 di masing-masing provinsi. Tetapi yang telah menerapkan SMK3 kurang dari 10%.

“Yang baru melaksanakan jumlahnya sangat kecil,” ujar Idham dalam acara temu media memperingati Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kantor Kementerian Kesehatan, Selasa (11/12).

Masih rendahnya kesadaran perusahaan, terang Idham, berdampak pada tingginya risiko kecelakaan bagi buruh di tempat kerja. Perusahaan yang sudah sadar akan pentingnya penerapan K3 dapat memetakan potensi bahaya, sehingga klaim pembiayaan akibat kecelakaan dan kesakitan bisa berkurang.

Idham menyebut data per Juli 2018, sebanyak 5318 kecelakaan kerja terjadi. Adapun yang masih bisa direhabilitasi sebanyak 1861 dan 87 buruh meninggal dunia. Diakui Idham, Kementerian Ketenagakerjaan belum dapat melakukan pengawasan secara maksimal terhadap perusahaan.

Tenaga pengawas tidak berimbang, contohnya dari 211.532 perusahaan, hanya tersedia 1528 tenaga pengawas. Hal itu, imbuhnya, membuat Kementerian Ketenagakerjaan mendorong penerapan self risk assesment atau penilaian risiko kerja secara mandiri. Melalui itu, perusahaan diharapkan mengetahui penerapan SMK3 sudah pada kategori mana.

“Kalau pemerintah yang melakukan tidak selesai-selesai. Kami akan buat aplikasi berdasarkan android nanti perusahaan akan tahu profilnya sendiri profilnya masuk kategori K3 yang merah, kuning atau hijau,” papar Idham.

Bagi perusahaan yang kategori K3 masih merah, Kementerian Ketenagakerjaan akan memberikan advokasi dan pelatihan terkait penerapan K3 di tempat kerja.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi, menuturkan, paraburuh atau pekerja juga berpotensi terpapar bahaya seperti penyakit akibat kerja dan kecelakaan pada saat bekerja.

Kartini menjelaskan perlindungan bagi buruh atau pekerja perlu dilakukan sebagai upaya meningkatkan efektivitas keselamatan dan kesehatan pekerja selaku penggerak roda perekonomian bangsa, aset bagi tempat kerja, tulang punggung keluarga, dan pencetak generasi penerus bangsa.

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan akan menyusun buku Pedoman K3 yang dapat digunakan sebagai acuan membangun budaya K3 dalam lingkungan kerja.

“Implementasi budaya K3 dinilai efektif dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat, nyaman, dan kondusif, sehingga pekerja dapat memberikan kontribusi maksimal dengan kondisi kesehatan yang prima,” ujar Kartini.

Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menunjukan telah terjadi 110.285 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2015, sebanyak 105.182 kasus pada tahun 2016, dan 80.392 kasus hingga Agustus 2017.