Berita buruh dari ”Koran Jakarta”, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2019 sebesar 8,03 persen. Kenaikan tersebut merupakan penjumlahan dari besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, mengungkapkan, formula kenaikan UMP ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Pengumuman resmi kenaikan UMP telah dilakukan 1 November.
Mengenai angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi komponen pembentuk kenaikan UMP 2019 berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Data BPS ini inflasi 2,88 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,15 persen. Jadi, angka kenaikan 8.08 persen merupakan kombinasi angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan UMR memang sangat dinanti kalangan buruh karena kebutuhan dan inflasi terus meningkat. Jadi upah tiap bulan dianggap tidak layak lagi. Tetapi, bagi kalangan pengsuaha, ini menambah beban baru perusahaan. Pengusaha tidak bisa menolak atau membatalkan. Penguhana hanya bisa meminta penndaan. Itu pun dengan berbagai syarat.
Maka, ketika pemerintah berencana menaikkan UMP, pengusaha minta serikat buruh tidak menuntut UMP 2019 terlalu besar. Hal ini menanggapi tuntutan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang meminta pemerintah menaikkan UMP 2019 hingga 25 persen. Angka ini dinilai melebihi kemampuan pengusaha karena kondisi ekonomi tengah lesu.
Angka ini juga jauh di atas kenaikan yang telah ditetapkan sebesar 8,03 persen. Presiden KSPI, Said Iqbal, menolak kenaikan UMP 8,03 persen karena akan membuat daya beli buruh jatuh. Sebab harga barang seperti beras, telur ayam, transportasi, listrik, hingga sewa rumah, naik lebih dari 8,03 persen.
Dalam proses kenaikan UMP atau UMPR, banyak provinsi mengacu ke DKI Jakarta dan sekitarnya yang dikenal sebagai daerah industri seperi Bekasi, Karawang, dan Tengerang. Pemprov DKI Jakarta menetapkan UMP 2019 sebesar 3.940.973. Upah tersebut naik sekitar 300 ribu dari 3.648,035. Penetapan diumumkan Pelaksana Harian Gubernur DKI Jakarta, Sekda Saefullah pada 1 November lalu karena Gbernur Anies Baswedan sedang ke Argentina.
Sebelum penetapan, Anies Baswedan menjanjikan kenaikan UMP kepada para pekerja dan subsidi lewat kartu pekerja. Anies mengatakan, bila UMP tidak sesuai dengan ekspektasi buruh, Pemprov telah menyiapkan solusi dengan meringankan biaya hidup di Jakarta. Kartu Pekerja memfasilitasi buruh naik bus Transjakarta gratis dan subsidi pangan. Tapi belum direalisasikan.
Semua menyambut baik kenaikan UMP karena dalam situasi ekonomi relatif sulit, pemerintah tetap konsisten menjalankan undang-undang dengan menaikkan UMP. Tentu ini cukup berat bagi pemerintah dan pengusaha, namun semua bertumpu pada kepentingan dan kesejahterana kaum buruh. Karena itu ketika kenaikan terealisasi, hendaknya disyukuri sebagai perhatian serius pada pekerja.
Namun, kaum buruh juga harus memahami berbagai kesulitan pengusaha dalam menjalankan roda industri dan usaha. Tidak sedikit pengusaha terpaksa harus menerima kenaikan UMP 2019 karena memang tidak bisa mengelak.
Dalam konteks dua kepentingan pengusaha dan buruh, maka kenaikan UMP 2019 harus dianggap sebagai solusi bersama. Jadi, jika di sutau provinsi ada sejumlah pengusaha yang mengajukan keringan atau penundaan, semata memang kemampuan mereka yang tak bisa langsung memenuhi keputusan tersebut. Semoga buruh bisa meningkat kesejahteraannya dan pengusaha tetap mampu menggerakkan roda industri. Dengan begitu, masa depan dunai pekerja dan pengusaha makin baik.