Laporan Bank Dunia (World Bank) menyebut harga beras di Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya. Mahalnya harga dari beras di Indonesia dipicu oleh dukungan harga pasar bagi produsen di bidang pertanian, yang terdiri dari kebijakan yang menaikkan harga domestik untuk produk pertanian pangan.
“Harga eceran beras Indonesia secara konsisten merupakan yang tertinggi di ASEAN selama dekade terakhir,” bunyi laporan Bank Dunia dikutip pada Selasa, 20 Desember.
Kebijakan-kebijakan tersebut termasuk langkah-langkah perdagangan yang membatasi misalnya, tarif impor, pembatasan kuantitatif, monopoli impor BUMN untuk komoditas utama, dan tindakan non tarif lainnya, juga harga pembelian minimum di tingkat petani. Imbasnya, harga beras menjadi cukup tinggi.
Tingginya harga beras juga disebabkan panjangnya rantai pasok, serta biaya distribusi yang tinggi karena kondisi geografis Indonesia. Bank Dunia memprediksi tingginya harga pangan akan memperparah kerawanan pangan dan menyebabkan gizi buruk. Pada 2021, prevalensi gizi kurang di Indonesia meningkat menjadi 8,5 persen dari 7,6 persen pada 2019.
Di sisi lain, inflasi makanan cenderung berdampak negatif pada rumah tangga miskin dan rentan, karena rumah tangga yang lebih miskin membelanjakan bagian yang lebih besar dari pengeluaran mereka untuk makanan.
Maka dari itu, langkah-langkah kebijakan untuk memitigasi dampak inflasi pangan yang tinggi saat ini terhadap konsumen, investasi jangka panjang diperlukan untuk mengatasi tiga tantangan ketahanan pangan. Tantangan itu adalah ketersediaan pangan (persediaan keseluruhan yang memadai), akses pangan (akses ekonomi dan fisik di tingkat rumah tangga) dan stabilitas dari waktu ke waktu. Jadi akankah harga beras masih bakal terus naik jelang liburan Nataru nantinya?