Industri manufaktur Indonesia pada kuartal I 2023 mengalami kondisi stagnan bahkan cenderung melambat. Hal ini disampaikan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam pembukaan rapat kerja di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, pada Kamis (16/6/2023). Pada awal 2023, Kementerian Perindustrian Purchasing Managers Index (PMI) berada pada kondisi ekspansif, namun tidak se-ekspansif sebelumnya.
Kondisi ini juga berpengaruh pada Indeks Kepercayaan Industri (IKI). Kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cenderung stagnan atau bahkan melambat. Pertumbuhan ekspor manufaktur mencatatkan kinerja yang sangat baik, tetapi juga cenderung melambat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan investasi terbilang masih fluktuatif.
Menurut Agus, kinerja industri manufaktur cenderung mengalami perlambatan karena menghadapi banyak tantangan, mulai dari suplai, kompleksitas produk, hingga daya saing produk. Kondisi ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi global mulai dari resesi, kebijakan moneter, hingga perang Rusia-Ukraina.
Selain itu, ada beberapa permasalahan di dalam negeri di bidang industri yang menjadi isu utama, antara lain akses terhadap bahan baku dan bahan penolong, SDM, tantangan dari produk-produk impor seperti keramik, pengolahan limbah B3, logistik, dan baterai industri. Oleh karena itu, selama periode Januari hingga Mei 2023, nilai PMI mendekati angka 5% poin atau bisa disebut juga tidak ada ekspansi yang berarti. Kondisi industri manufaktur ini juga terjadi di negara-negara lain di ASEAN dan negara ekonomi besar dunia. Untuk itu, perlu dipahami faktor-faktor yang mempengaruhi ekspansi manufaktur di Indonesia.