Presiden Jokowi (Joko Widodo) telah dengan tegas menyatakan komitmennya terhadap kebijakan hilirisasi nikel meskipun menimbulkan protes dari Uni Eropa dan kasusnya dibawa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pada acara Rakernas Seknas Jokowi di Bogor, Jokowi memaparkan dampak positif kebijakan hilirisasi tersebut bagi perekonomian Indonesia. Sebelum pelaksanaan kebijakan hilirisasi nikel pada tahun 2020, nilai ekspor nikel hanya mencapai US$2,1 miliar atau sekitar Rp30 triliun per tahun. Namun, setelah pelaksanaan kebijakan tersebut, nilai tambah dari hilirisasi melonjak tajam menjadi US$33,8 miliar atau setara dengan Rp510 triliun.
Uni Eropa menentang keras kebijakan hilirisasi ini karena melihat nilai tambah ekonomi yang tadinya berada di negara-negara mereka kini dialihkan ke Indonesia. Meskipun demikian, Jokowi mengklaim bahwa kebijakan ini memberikan pendapatan bagi negara melalui pajak dan royalti. Pendapatan ini terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Badan, PPh Karyawan, dan royalti.
Penerimaan negara yang dihasilkan dari kebijakan ini kemudian digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan program bantuan sosial pangan melalui Dana Desa. Presiden Jokowi menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi nikel akan tetap dilanjutkan meskipun hanya diaplikasikan pada nikel saat ini.
Sejumlah kritik terhadap kebijakan ini telah muncul, termasuk dari ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri. Faisal menyatakan kekhawatirannya bahwa Indonesia mungkin hanya fokus pada nikel dan mengabaikan potensi lainnya dalam industri hilirisasi. Meskipun demikian, kebijakan ini tetap dijalankan sebagai bagian dari upaya meningkatkan nilai tambah ekonomi Indonesia melalui industri hilirisasi. Sementara Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, tantangan di masa depan adalah memastikan pengerukan nikel yang berkelanjutan dan berkesinambungan.
Larangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan oleh pemerintah juga menjadi perdebatan, dengan beberapa pihak berpendapat bahwa menjaga keran ekspor terbuka bisa menjadi pilihan yang lebih baik untuk menjaga mekanisme pasar tetap berjalan. Meskipun kontroversial, kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia terus menjadi sorotan dan isu yang penting dalam perdebatan ekonomi global.