Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI), Didiek Hartantyo akhirnya angkat suara mengenai rencana impor KRL bekas dari Jepang. Ia menuturkan bahwa Pak Wamen (Wamen BUMN II Kartika Wirjoatmodjo) sudah mengungkapkan untuk menunggu setelah Lebaran Idul Fitri 2023. Hal tersebut diungkapkan oleh Didiek secara singkat di Apartemen Samesta Mahata Margonda, Depok, Jawa Barat pada hari ini, Kamis, 13 April.
Kelanjutan impor KRL bekas Jepang memang sempat diungkap Wamen BUMN II Kartika Wirjoatmodjo. Tiko, sapaan akrabnya, mengatakan bakal tetap mengajukan izin impor meski tidak disarankan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Diskusi Terus Berlangsung, Rencana Impor KRL Bekas Jepang Masih Dibahas oleh Kementerian/ Lembaga Terkait
Tiko menegaskan sudah melakukan diskusi dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), dan PT Industri Kereta Api (INKA) membahas hasil audit BPKP. Hasilnya, pemenuhan gerbong KRL dilakukan dengan berbagai macam sumber dari 2023-2025.
“Mungkin 10-12 train set. Kita lagi diskusi, nanti Senin mau ketemu ketua BPKP dan nanti ada menko marves, menperin, mendag, kita izin ada impor darurat saja. Sementara sekitar 10-12 train set untuk memenuhi 2023,” katanya di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat pada Rabu, 12 April.
Ia mengakui memang ada penumpukan penumpang KRL di jam-jam sibuk, seperti pukul 6 hingga 8 pagi dan 17 hingga 18 sore. Oleh karena itu, impor KRL bekas tetap diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut di 2023. Kemudian, pemenuhan rangkaian KRL untuk 2024 akan dilakukan dengan skema retrofit sebelum akhirnya membeli hasil produksi INKA pada 2025. Tiko mengatakan pihaknya dan kementerian/lembaga (K/L) terkait bakal menyiapkan rencana kerja detail.
Sementara itu, Tiko menegaskan sumber impor KRL bekas untuk 2023 akan tetap sama dan dilakukan pendanaan melalui PT KCI. Namun, keputusan baru akan diambil setelah Lebaran 2023. “Sumbernya sama, spek sudah jelas kok. Ini masalah izin saja. Memang saat ini posisi izin untuk itu, izin impor permanen gak dikasih, dianggap tidak sesuai dengan semangat pemerintah untuk tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Tetap dengan pendanaan KCI, tetap,” tutur Tiko.