Contents
Di balik kehidupan keras sebagai buruh pelabuhan di Lorens Say, Maumere, ada sosok sederhana dengan semangat besar bernama Mariono Marson. Pria 49 tahun asal Kelurahan Kota Uneng, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya.
Meski tak tamat sekolah dasar, Mariono berhasil mengubah lahan kosong milik Pemkab Sikka di kawasan El Tari menjadi kebun pepaya produktif. Ia kini dikenal sebagai petani pepaya California otodidak, yang tak hanya menyambung hidup, tapi juga menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi.
Pandemi Jadi Titik Balik Perjalanan Hidup
Segalanya berawal di tahun 2021, saat pandemi Covid-19 melumpuhkan aktivitas ekonomi, termasuk di pelabuhan tempat Mariono bekerja. Jumlah kapal yang bersandar menurun drastis, sehingga pendapatan buruh bongkar muat pun tak menentu. Di tengah situasi serba sulit itu, Mariono mencari jalan keluar.
Ia memutuskan untuk memanfaatkan waktu luang dengan bercocok tanam, dimulai dari 20 pohon pepaya dan tomat yang ditanam di lahan kosong. Hasil panen pertamanya ternyata cukup menggembirakan, hingga membuatnya terpacu menanam lebih banyak lagi.
Pupuk Kompos Jadikan Pepaya hasilnya Manis
Mariono kini memiliki sekitar 600 pohon pepaya yang ditanam rapi dengan jarak satu meter. Menariknya, seluruh kebun dirawat tanpa pupuk kimia. Ia hanya mengandalkan kompos alami dan perawatan manual, termasuk membuat sendiri bibit dari pepaya pasar.
Dalam seminggu, Mariono bisa memanen 50 hingga 500 buah pepaya, yang kemudian dijual di Pasar Alok dan Pasar Wuring. Harga jualnya berkisar antara Rp7.000 hingga Rp10.000 per buah, tergantung ukuran dan kualitas.
Ia mengaku lebih percaya pada bibit hasil semaiannya sendiri, karena menurut pengalaman, bibit dari toko sering kali menghasilkan pohon betina yang tidak berbuah.

Menyekolahkan Anak Hingga Kuliah dari Hasil Kebun
Bagi Mariono, kebun pepaya bukan hanya ladang penghasilan, tapi juga jalan untuk mewujudkan mimpi. Berkat hasil panen yang stabil, ia berhasil menguliahkan anak sulungnya di Jurusan Akuntansi Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang. Sementara dua anak lainnya kini duduk di bangku SMPK Bina Wirawan dan SMP Negeri Alok.
“Saya tidak tamat SD, tapi anak-anak saya harus sekolah tinggi. Itu impian saya,” tuturnya dengan suara bergetar.
Teladan bagi Sesama Buruh Pelabuhan
Ketekunan Mariono marson mendapat apresiasi dari rekan-rekan di TKBM Pelabuhan Lorens Say. Ketua TKBM, Paul Nining Pau, menyebut Mariono sebagai contoh inspiratif bagi buruh lainnya. Ia membuktikan bahwa di luar jam kerja, buruh pun bisa tetap produktif dan mandiri.
“Perlu ada perhatian dari Pemkab untuk mendampingi orang seperti Mariono. Aktivitas pelabuhan makin jarang, jadi buruh punya waktu untuk berdagang atau menanam,” ujar Paul.
Ia berharap ada dukungan nyata dari pemerintah, seperti pelatihan pertanian, bantuan alat, hingga akses pasar, agar upaya kecil seperti ini bisa berkembang menjadi gerakan ekonomi lokal yang lebih besar.
Menanam Harapan di Atas Tanah Gersang
Apa yang dilakukan Mariono Marson bukan hanya soal menanam pepaya. Ia menanam harapan, ketekunan, dan cinta untuk keluarganya di atas lahan yang sebelumnya gersang dan tak terurus. Di tengah keterbatasan pendidikan dan ekonomi, ia bangkit dan memberi teladan bahwa kesuksesan bisa tumbuh dari tanah yang tandus — asalkan kita tekun menyiramnya dengan usaha dan keyakinan.