Pembenahan tata kelola penempatan dan perlindungan buruh migran terus bergulir. Sampai saat ini pemerintah masih menggodok sejumlah peraturan turunan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, menekankan pentingnya peran pemerintah desa untuk memfasilitasi warganya yang ingin menjadi pekerja migran. Peran itu harus diperkuat agar calon buruh migran tidak terjebak calo.
Hanif berharap setiap calon buruh migran yang bekerja ke luar negeri menempuh prosedur yang benar dan legal. Buruh migran yang berangkat melalui jasa calo biasanya luput dari pantauan dan pendataaan aparat desa.
“Keterlibatan aparat desa perlu diperkuat. Selama ini data WNI yang menjadi pekerja migran tidak terkelola dengan baik karena banyaknya calo beredar di desa-desa,” katanya dalam keterangan pers, Sabtu (17/11).
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah pusat untuk memperkuat peran desa dalam mengelola penempatan dan perlindungan buruh migran melalui Program Desa Migran Produktif (Desmigratif). Sejak diluncurkan tahun 2016 sampai sekarang program ini telah membina 252 desa, tahun depan ditargetkan jumlahnya bertambah 150 desa. Program ini menyasar desa yang warganya mayoritas bekerja sebagai buruh migran.
Hanif menjelaskan ada 4 pilar program Desmigratif, antara lain layanan migrasi, meliputi pendataan dan pendaftaran sebagai antisipasi pendataan awal imigrasi.
“Jadi orang yang keluar masuk ke desa itu bisa terdata dan terkelola dengan baik. Hal ini perlu dilakukan terutama bagi yang penduduknya bekerja di luar negeri,” ujarnya.
Pengurus Sekretariat Nasional Jaringan Buruh Migran (JBM), Savitri Wisnuwardhani, mengingatkan tugas dan tanggung jawab pemda dalam menangani buruh migran diatur dalam pasal 40-42 UU PPMI. Sedikitnya ada 9 tanggung jawab yang harus dijalankan pemerintah provinsi antara lain menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kerja oleh lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan kerja milik pemerintah dan/atau swasta yang terakreditasi.