Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menggambarkan nasib pahit seorang guru honorer di daerah terpencil Sumatera Barat, yang harus bertahan hidup dengan gaji yang sangat minim. Guru tersebut hanya menerima upah sebesar Rp200 ribu per bulan, sementara ia harus menempuh perjalanan sejauh 4 kilometer untuk mencapai sekolah tempatnya mengajar.
Dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor Muhammadiyah Menteng, Jakarta, pada hari Selasa (25/7/2023), Muhadjir menyoroti peran Muhammadiyah dalam menghadirkan pendidikan di daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau oleh sekolah negeri. Di tempat-tempat seperti Sambas dan Sumatera Barat, Muhammadiyah menjadi penggerak utama dalam menyediakan layanan pendidikan. Meskipun begitu, situasi ini tetap menunjukkan tantangan besar dalam hal pemerataan akses pendidikan di seluruh wilayah Indonesia dan kenaikan gaji guru honorer Indonesia.
Lebih lanjut, Muhadjir juga membahas masalah daya tampung perguruan tinggi di Indonesia terhadap lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Dari total 3,6 juta lulusan SLTA setiap tahunnya, hanya 32% di antaranya yang dapat diterima di perguruan tinggi. Angka ini menyoroti kebutuhan mendesak akan peningkatan kapasitas perguruan tinggi di negara ini.
“Sisanya, kata Muhadjir, harus mencari kesempatan di dunia kerja. Namun, ketersediaan lapangan kerja yang terbatas mengakibatkan banyaknya pengangguran intelek di Indonesia,” ungkapnya. Masalah ini menjadi fokus utama perhatian pemerintah dalam mengatasi kesenjangan antara jumlah lulusan yang ada dengan peluang kerja yang tersedia.
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa tantangan dalam bidang pendidikan dan ketenagakerjaan memerlukan langkah-langkah strategis untuk diatasi. Peningkatan akses pendidikan di daerah terpencil dan peningkatan kapasitas perguruan tinggi harus menjadi prioritas untuk menjamin masa depan yang lebih cerah bagi generasi muda Indonesia. Kira-kira bagaimana nasib guru honorer ke depannya?
Dalam upayanya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah, dan juga melakukan investasi dalam menciptakan lapangan kerja yang memadai. Hanya dengan kolaborasi dan dedikasi yang kokoh, negara dapat menghadapi tantangan ini dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih sejahtera bagi semua warganya.
Meskipun penuh dengan tantangan, harapan tetap ada untuk mencapai perubahan positif. Semoga langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya dapat membawa perubahan yang signifikan dalam bidang pendidikan dan ketenagakerjaan di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan nasib guru-guru honorer hebat di pelosok negeri juga akan berubah menjadi lebih baik, serta kesempatan dan akses bagi pendidikan menjadi hak setiap warga negara tanah air.