Peringatan May Day sudah dilakukan sejak zaman dahulu, dimulai dari perjuangan kaum buruh di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa pada tahun 1 Mei 1886. Makna dalam peringatan ini adalah mengenang masa perjuangan untuk memanusiakan buruh. Dimana saat itu, kaum buruh dituntut bekerja selama 15-20 jam sehari. Kaum buruh saat itu menuntut agar jam kerja diperpendek menjadi 8 jam sehari.
Jika dilihat dari sejarah, peringatan May Day merupakan sebuah kemenangan dari kaum buruh dengan banyak pengorbanan dalam membebaskan diri dari kaum kapitalis. Selain itu, membebaskan kaum buruh diri dari ekploitasi dan penindasan.
Dalam Aksi yang berlangsung mulai tanggal 1-4 Mei 1886 tersebut menewaskan ratusan buruh. Ini yang kemudian memicu adanya mogok masal dari buruh di seluruh dunia. Mereka menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pengusaha, menuntut upah kerja yang layak, serta kondisi kerja ditingkatkan.
Peringatan May Day di Indonesia baru diadakan pada tahun 1951, yakni sejak disahkannya UU No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakuknya UU Kerja Tahun 1948. Pasal 15 ayat 2 menyatakan bahwa pada tanggal 1 Mei para buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja. Namun saat itu rezim Orde Baru melarang adanya peringatan Haru Buruh Internasional karena alasan politik.
Selama rezim Orde Baru peringatan haru buruh tidak diakui di Indonesia. Baru setelah itu, pasca reformasi peringatan buruh mulai digerakan dan tersebar di berbagai daerah. Pada masa pemerintahan presiden SBY, barulah 1 Mei menjadi hari libur nasional untuk memperingati hari buruh.
Hingga saat ini, peringatan May Day di Indonesia tidak lepas dari isu upah dan jaminan sosial yakni menyangkut jaminan kesehatan dan jaminan pensiun. Perjuangan para buruh dalam peringatan tersebut memang mendapatkan hasil. Pada tahun 2015 telah terjadi kenaikan upah yang cukup tinggi bagi para buruh.
Selain upah, pemerintah juga menerbitkan UU BPJS yang mewajibkan seluruh rakyat Indonesia mendapatkan jaminan kesehatan dan untuk pekerja formal mendapatkan jaminan pensiun.