BPK Temukan Permasalahan Cost Overrun pada Proyek KCJB dalam LKPP 2022

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2022 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022 ke DPR. Dalam pemeriksaan tersebut, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk LKPP 2022, namun hanya laporan keuangan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Ketua BPK, Isma Yatun menjelaskan bahwa BPK telah melakukan pemeriksaan terhadap 82 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Hasil pemeriksaan tersebut telah disampaikan kepada DPR, DPD, dan Presiden pada 31 Mei 2023.

Dalam rapat paripurna DPR, Isma Yatun mengungkapkan bahwa dari 82 LKKL dan LKBUN yang diperiksa, 81 di antaranya memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian, sedangkan laporan keuangan Kementerian Komunikasi dan Informatika memperoleh Opini Wajar Dengan Pengecualian. Meskipun demikian, Opini WDP tersebut tidak berdampak secara material terhadap kewajaran LKPP 2022, sehingga BPK tetap memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian atas LKPP Tahun 2022.

Dalam LKPP 2022, BPK menemukan beberapa permasalahan terkait pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundangan-undangan. Salah satunya adalah masalah cost overrun atau bengkak proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa skema penyelesaian dan pendanaan cost overrun proyek KCJB di luar hasil kesepakatan Indonesia-China belum ditetapkan, dan hal ini berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Lebih lanjut, diketahui bahwa berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh PT KCIC, biaya investasi awal proyek KCJB mengalami peningkatan biaya (cost overrun). BPKP telah melakukan reviu atas besaran cost overrun proyek KCJB, dengan hasil reviu sebesar US$ 1,45 miliar atau sekitar Rp 21,75 triliun. Pemenuhan kebutuhan cost overrun tersebut dilakukan secara proporsional antara PT PSBI (60%) dan Beijing Yawan (40%) melalui tambahan setoran modal dan/atau pinjaman. Dengan demikian, BPK telah menyoroti beberapa isu penting terkait LKPP 2022 dan memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi keuangan pemerintah pusat serta masalah yang perlu diatasi dalam pengelolaan keuangan negara.