Dinamika Buruh Aturan Pengupahan di Indonesia

Buruh merupakan salah satu elemen penting dalam menggerakkan roda perekonomian suatu Negara. Lantas kebijakan apa yang bisa mensejahterakan kehidupan buruh?

Dalam undang-undang Ketenagakerjaan semua sudah diatur, namun masih ada upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Buruh seharusnya mendapatkan apa yang seharusnya ia terima, seperti perhitungan tunjangan hari tua harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dengan disesuaikan juga masa kerjanya kepada suatu perusahaan.

Aturan Pengupahan di Indonesia

Pengupahan telah diatur pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Menurut Pasal 88 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maka dari itu, pemerintah meminta perusahaan memberikan kompensasi dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:

a. upah minimum;

b. upah kerja lembur;

c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

f. bentuk dan cara pembayaran upah;

g. denda dan potongan upah;

h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

j. upah untuk pembayaran pesangon; dan

k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Selanjutnya, masih pada pasal 88 yaitu ayat (4) pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak, produktivitas, serta pertumbuhan ekonomi. Pemerintah pun melarang pembayaran upah yang lebih rendah dari upah minimum sebagaimana diatur pada Pasal 90.

Jika pengusaha memiliki keberatan dalam membayar upah minimum, ia harus melakukan penangguhan, sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

Pengaturan pengupahan juga tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, meskipun sudah mencapai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh. Kesepakatan yang dibuat bisa dibatalkan demi hukum, dan pengusaha harus memberikan upah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.