Ketua Umum Pengurus Besar Pengusaha Berkarya, Rahmat SH mengatakan pada peringatan hari buruh migran sedunia. Dia mengatakan buruh migran asal Indonesia khususnya perempuan masih belum mendapatkan akses keadilan.
Katanya pemerintah belum komprehensif dalam perlindungan terhadap buruh migran. Kondisi tersebut dari sejumlah regulasi terkait perlindungan dan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di luar negeri, cuma sebatas memantau, tapi tidak membantu melindungi penuh hak-hak dan derajat mereka sebagai Warga NegaraIndonesia (WNI). Padahal, para buruh migran itu memiliki kedudukan sama di mata hukum menurut UUD.
Rahmat menyarankan, perlu organisasi berbentuk gugus tugas khusus dengan misi untuk melindungi buruh migran, selain Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Organisasi itu, harus lebih mampu mencegah maraknya kejahatan terhadap buruh migran.
Termasuk, mengantisipasi jatuhnya vonis mati kepada para buruh migran. Sebab, lanjut dia, banyak buruh migran yang terjerat kasus hukum dan akhirnya divonis mati tanpa adanya dukungan hukum dari pemerintah Indonesia.
Belum lagi, buruh migran sedang sakit, tapi tidak mampu membayar biaya rumah sakit di luar negeri. Rumah sakit (RS) di luar negeri banyak bersikap “hampir seperti penculik”.
Salah satu contoh kasus, TKI tidak kunjung keluar dari RS di Taiwan lantaran menunggu uang tebusan dari keluarga. Shinta Danuar Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal DKI Jakarta di Taiwan. Dia mengalami lumpuh dan sudah 4 tahun terlunta-lunta tanpa kejelasan nasib.
Dia terserang virus di tulang belakang sehingga membuat dia lumpuh dan harus menjalani perawatan di RS Pinghe Hsincu, Taiwan, sejak 31 Desember 2014. Saat ini Shinta tengah dirawat di Rumah Sakit Pusat Polri Sukanto Kramat Jati.