Pekerja Indonesia yang Berpendidikan Tinggi Hanya 12 Persen

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengungkapkan bahwa hanya ada sekitar 12% pekerja Indonesia yang berpendidikan tinggi. Data tersebut menunjukan bahwa akses masyarakat terhadap berpendidikan tinggi belum merata. Salah satu kendala yang terjadi adalah karena faktor geografis yang dihadapai pemerintah dalam menata pendidikan tinggi nasional.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pembelakaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi Pendidikan Tinggi Intan Ahmad mengungkapkan bahwa pendidikan jarak jauh dan pemanfaatan inovasi teknologi merupakan solusi terbaik untuk meningkatkan ngka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi.

Menurutnya, pendidikan tinggi adalah hal penting bagi generasi muda untuk bersaing di kancah global. Pada saat ini, tidak hanya orang kaya atau orang pintar yang dapat bertahan, melainkan yang dapat beradaptasi dan yang berkompetitif yang dapat bersaing.

Intan menambahkan bahwa apabila pekerja Indonesia hanya 12% yang berpendidikan tinggi maka akan sulit untuk bersaing. Dalam era revolusi industri 4.0, perguruan tinggi memiliki tugas untuk menghasilkan generasi muda yang adaptif. Hal ini bertujuan agar para generasi muda dapat bersaing dengan para pekerja asing yang memiliki pendidikan tinggi.

Selain pendidikan tinggi yang masih rendah, praktif korupsi yang terjadi di Indonesia juga menjadi penghambat dalam peningkatan daya saing suatu bangsa.

Menurut Index Persepsi Korupsi 2017, Indonesia berada di urutan ke 97 dari 180 negara. Untuk itu, Menristekdikti Mohamad Nasir menegaskan bahwa jangan samapi ada praktik korupsi yang terjadi di perguruan tinggi Indonesia.

Menurutnya, perguruan tinggi harus  menerapkan prinsip Good University Governance yang meliputi transparancy, fairness, accountability, dan responsibility. Apabila keempat hal tersebut sudah terpenuhi maka perguruan tinggi dapat terhindar dari praktik korupsi.

Perguruan tinggi harus memahami potensi potensi korupsi yang dapat terjadi. Mulai dari perencanaan hingga eksekusi penggunaan anggaran. Sekarang ini, para guru besar harus sudah dapat melihat serta mengevaluasi tata kelola yang ada diperguruan tinggi masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari penetapan Rencana Kinerja dan anggaran Tahunan di suatu perguruan tinggi.