Perdagangan Karet Melempem Siapa Yang Menanggung?

Sepanjang tahun ini harga karet terus mengalami penurunan. Tercatat angka hingga lebih dari 10 persen. Ini sungguh menjadi sebuh masalah yang sentral, pasalnya banyak kebun yang memproduksi karet secara besar – besaran.

Pelemahan harga karet sebesar 10 persen tidak bisa dibiarkan. Hal tersebut membuat pemerintah ikut memikirkan bagaimana agar ada perbaikan disektor harga. Akan ada perbaikan dari sektor harga diatas 160 yen per kilonya.

Harga karet di Tokyo mengalami penutupan dengan pelemahan sebesar 0,40 poin. Tokyo komoditi exchange memberitakan bahwa harga karet terus melemah.

Wahyu T Laksono menuturkan harga karet menjadi demikian karena permintaan dari pasar yang terus melemah bahkan saar pasokan menurun terkait dengan AETS (Agreed Export Tonnage Scheme).

Anggota ITRC yang terdiri dari Indonesia telah menerapkan program pemangkasan ekspor atau disebut dengan AETS. Anggota ITRC terdiri dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand berencana melakukan pemangkasan sekitar 350.000 selama bulan Maret 2018.

Dampak tersebut dikarenakan kenaikan mata uang yen dan harga minyak yang rendah. Sentimen negative dating akibat ini, ujar Wahyu. Pelemahan harga karet terbebani oleh pelemahan harga minyak mentah dan data cadangan. Analis broker komoditas Yutaka Shoji telah mengamati hal tersebut.

Pergerakan harga minyak mentah dunia, berakhir turun. Ini menjadikan semuanya menjadi was was. Para petani karet juga merasakan hal tersebut. Harga beli dari petani begitu sangat murah. Para petani hanya sekitaran 6000 rupiah perkilonya. Ini tentu sangat miris.

Indonesia petani karet masih dalam kondisi yang memprihatinkan. Bersama para petani menjadi yang paling merasakan keadaan ini.

Para petani lah yang menanggung keadaan ini. Semoga dimasa depan petani lebih diperhatikan oleh Negara.