Larangan Impor Makanan Laut: Jepang Pertimbangkan Langkah Berikan Hukum China ke WTO

Jepang tengah mempertimbangkan opsi untuk membawa China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam perselisihan terkait larangan impor makanan laut. Konflik ini muncul setelah China melarang semua impor makanan laut dari Jepang sebagai respons terhadap tindakan Jepang membuang limbah air radioaktif dari pembangkit nuklir Fukushima Daiichi ke laut.

Menteri Keamanan Ekonomi Jepang, Sanae Takaichi menyatakan bahwa pengajuan keluhan ke WTO akan menjadi langkah terakhir jika upaya diplomatis tidak menghasilkan hasil yang efektif masalah impor makanan laut. Dia mengatakan, “Kita sedang memasuki tahap di mana kita harus mempertimbangkan tindakan balasan terhadap pembatasan impor yang diberlakukan oleh Tiongkok, termasuk mengajukan keluhan kepada WTO jika protes melalui saluran diplomatik tidak efektif.”

Menteri Luar Negeri Jepang, Yoshimasa Hayashi juga menegaskan bahwa Jepang akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan melalui berbagai jalur, termasuk melalui kerangka kerja WTO. Dia mendesak China untuk mencabut larangan impornya yang diberlakukan setelah Jepang memulai pembuangan limbah cair radioaktif ke Samudera Pasifik dari pembangkit nuklir Fukushima Daiichi.

Perselisihan ini timbul dari ketidaksepakatan antara Jepang dan China terkait keamanan air dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi. Gempa bumi dan tsunami tahun 2011 telah merusak pembangkit nuklir ini secara parah, yang telah memperburuk hubungan bilateral yang sudah tidak stabil antara kedua negara tersebut. Jadi apakah masalah impor makanan laut ini akan selesai nantinya?

Pemerintah China telah menyuarakan keprihatinan mengenai potensi dampak air terkontaminasi nuklir, dan sebagai respons, mereka telah memberlakukan larangan impor makanan laut dari Jepang. Langkah ini diambil untuk melindungi kesehatan dan kehidupan masyarakat. Selain larangan impor, China juga melarang operator produksi pangan untuk membeli atau menggunakan makanan laut asal Jepang dalam pengolahan atau penjualan makanan. Konflik ini menunjukkan ketegangan yang semakin meningkat antara Jepang dan China dalam hal keamanan dan lingkungan, dan peran WTO dapat menjadi penting dalam penyelesaian perselisihan ini.